
Sindrom kekuasaan/Power syndrom hampir selalu dikonotasikan negatif berkaitan dengan perilaku dan sikap mental seseorang yang tidak sehat terhadap kekuasaan, terutama post power syndrom. Namun sebenarnya power syndrom bisa merentang dai pre power syndrom, in power syndrom dan post power syndrom. Dan itu bs terjadi pada orang2 yang haus/gila/mabuk kekuasaan di lembaga/kantor/perusahaan manapun.
1. Pre power syndrom
Ini nampak dan muncul pada orang yang sedang memburu/berhasrat sangat kuat, gila/haus pada suatu kekuasaan/jabatan sehingga khawatir bahkan panik kalo sampai keingininannya tidak tercapai. Maka tidak aneh, perilakunya bisa bermacam-macam dari yang wajar/normal dan sehat seperti kampanye program, lobi, bikin tim sukses dll. Namun ada yang sampai tidak sehat spt menyuap/money politik, fitnah/adu domba, menekan bawahan/ pendukung lain calon, membunuh karakter lawan, menjilat atasan, janji-janji ini itu kepada calon pendukung, merdukun dlsb. karena saking semangatnya, biasanya kalau gagal langsung 'mutung', patah nyali, isolasi diri dari komunitas semula dll. Tetapi kalo berhasil meraih keuasaan sikapnya menjadi otoriter, arogan, korup dan lali purwaduksina (ibarat, kacang lupa akan kulitnya). Istilah di masyarakat "mbalekne modal".
2. In Power Syndrom
Ini terjadi pada pejabat/penguasa yang sedang mabuk dg kekuasaan/jabatannya. Ia lupa apa hakikat kekuasaan itu, lupa dari mana dan dr siapa ia peroleh kekuasaan itu, untuk apa misi hakiki jabatan/kekuasaan itu. Maka sikap mental dan perilakunya tidak pantas dan tidak benar. aji mumpung ia lakukan. banyak sekali kita lihat gejala in di negeri ini. Orba yang 37 tahun berkuasa, Mubarok dari Mesir, Muamar Khadafi, Ben Ali dari tunis dll jadi kaca brenggala bagi kita. Yang paling gress, itu Banggar DPR, sampai2 teganya anggaran PTAIN se Indonesia th 2012 masih disandera hingga sekarang belum disetujui DPR, akibatnya banyak kegiatan keilmuan macet. Arogan, korup dan otoriter, bahkan sok kadang tega, mentala lan daksia marang sapadha. Itulah in power syndrom
3. Post Power syndrom
Ini terjadi bagi yang hampir/sudah purna jabatan. karena lama merasakan betapa enak, manja dan sejahteranya jd pejabat/penguasa, maka akhirnya takut, khawatir dan panik menghadapi masa purna jabatannya. Ia tak akan laku lagi tandatangannya, tidak disubya-subya lagi, tidak punya kuasa lagi, tidak dpt fasilitas ini itu lagi. maka akhirnya loyo semangat juangnya, mutung, minder, frustasi, isolasi diri, suka ngumpat/ngritik/ngacau, cuek dengan lembaganya, pemarah/emosinan, pemurung, menjelekkan pesaing/ penerusnya dst. malas hadir ngantor, tapi kalo gaji/tunjangan-tunjangan,hr dll, tetep mau doong dengan alasan itu hak normatifnya (misal sebagai pns) dengan dalih itu bisa untuk sosial. Duh kasihan anak istrinya dikasih rejeki yang tidak begitu halal kalo gitu.
Semoga diri kita semua dihindarkan Alloh dari gejala sikap mental dan perilaku sindrom kekuasaan/power syndrome yang tidak sehat tersebut. Allohummarhamnaa
Penulis: Bapak Sa'adi STAIN Salatiga